Kebudayaan Manggarai Timur
Peta Manggarai Timur
Tempat Wisata Di Manggarai Timur
1.
1. Air Terjun Cunca Rede dan Cunca
Air
terjun ini bukanlah air terjun biasa. Sebab di sekelilingnya terdapat areal
persawahan, dan kebun kopi milik warga di Dusun Nta’ur. Ini membuat panorama
air terjun yang satu ini sangat kaya dan memikat mata wisatawan.
Berletak di Desa Sano Lokom Kecamatan Borong, kedua air terjun ini memiliki sumber air dari sungai yang sama namun kemudian terpisah pada bagian yang curam sehingga terbentuklah kedua air terjun ini. Tinggi air terjun Cunca Rede sendiri sekitar 10 Meter sedangkan Cunca Ncuar sekitar 15 Meter.
2. Danau Rana Tonjong
3. Danau Rana Mese
Dikelilingi hutan tropis di sekitarnya udara di danau ini terbilang cukup dingin. Danau Rana Mese sendiri berada di dalam wilayah hutan lindung dan dikelilingi oleh barisan pegunungan Mandosawu dan Poco Ranaka diantara wilayah kecamatan Borong dan Poco Ranaka.Menariknya hutan di sekitar danau banyak ditinggali oleh beraneka ragam hewan seperti tikus raksasa (Papagomys Armandrillarei), tikus Poco Ranaka (Rattus Haenaldi), Kelewar Flores (Chypnoterus Nusa Tenggara) dan Burung Hantu Flores (Ooptus Alfredi).
4. Air Terjun
Cuncang Ntangis dan Cuncang Wek
Air Terjun Radi Ntangis dan Cuncang Wek, merupakan dua buah air terjun yang berlokasi di sebelah selatan Desa Ulu Wae, Kecamatan Poko Ranaka. Kedua air terjun ini menyimpan banyak keindahan yang tersembunyi diantara gugusan pegunungan dan rimbunan tanaman kopi. Kedua air terjun ini terletak berdampingan dengan jarak 200 meter satu dengan yang lainnya. Cuncang Radi Ntangis di sebelah barat dan Cuncang Weg dibagian timur dan kedua air terjun ini tepat di Golo (bukit) Lalong yang membentang di sebelah timur ruas jalan kabupaten menuju ke Elar. Desa Ulu Wae dikenal sebagai penghasil kopi Arabika dan Robusta. Air Terjun Radi Ntangis memiliki ketinggian sekitar 150 meter dan dengan aliran air yang lebih deras.
5. Watu Waru (Batu Unik Suku Melong)
Objek wisata ini terletak di Desa Mokel, Kecamatan Kota Komba.Watu Waru ini terlihat unik. Konon, Watu Waru adalah batu yang memiliki nilai sakral tersendiri bagi Suku Melong di desa Mokel, Manggarai Timur.Watu Waru, sendiri terletak di atas puncak bukit Golo Melong, Desa Mokel. Di mana di bawah kaki bukit itu terdapat dua kampung besar yakni Kampung Pedak dan Kampung Deru. Batu unik ini memang belum banyak diketahui oleh masyarakat luas karena jalur transportasi menuju lokasi ini belum ada. Apalagi pemerintah desa belum sama sekali melirik pesona Watu Waru sebagai salah satu potensi wisata desa.Watu Waru diwariskan turun temurun oleh seorang Embo (nenek moyang) Suku Melong yang datang dari Golo Meleng (Gunung Meleng) yang terletak di kampung Sita, Kecamatan Boro
Sesuai dengan letak geografis, iklim di Kabupaten Manggarai Timur merupakan iklim daerah tropis, dalam setahun hanya ada 2 musim yaitu musim kemarau antara bulan April sampai bulan September dan musim penghujan antara bulan Oktober sampai bulan Maret. Temperatur udara rata-rata adalah 28,6˚C dengan suhu perbulan minimum 24,10˚C dan maksimim 31,70˚C, sehingga Manggarai Timur secara umum bersuhu udara panas. Kecepatan angin berkisar 4 knot dengan kelembaban udara 80% sedangkan rata-rata curah hujan sebanyak 1.906 mm dengan hari hujan sebanyak 142 hari. Kabupaten Manggarai Timur Sangat Unik Yaitu Berupa Rangkaian Jajaran Pegunungan Serta Terdapat Bukit,Lembah Dan Lereng, Dan Dataran Rendah. Kabupaten Manggarai Timur termasuk bagian dari Pulau Flores yang terletak di bagian tengah agak ke barat . Secara fisiografi, termasuk ke dalam Zona Fisiografi Kepulauan Sunda Lesser, yang termasuk dalam Busur Vulkanik Dalam Bagian Timur (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut disusun oleh batuan sedimen, batuan beku ekstrusi dan intrusi. Susunan batuan tersebut membentuk morfologi yang berupa perbukitan vulkanik, kerucut vulkanik, dan lembah (dataran rendah). Mempunyai kemiringan relatif ke selatan, dengan kemiringan lereng berkisar antara 5° - 70°.
Berdasarkan
data Badan Geologi Kementerian ESDM, di Manggarai (raya) terdapat emas, perak,
tembaga, pasir besi, timbal dan mangan. Selain itu Kabupaten Manggarai Timur
juga memiliki potensi kelautan yang cukup besar. Berdasarkan data statistik
perikanan Manggarai Timur tahun 2015, daerah ini memiliki luas wilayah
penangkapan ± 1.807,2 Km dengan potensi tangkap 12.270,2 Ton/Tahun dengan
potensi produktif 6.169,57 Ton/Tahun.
Ritual Manggarai
Timur
Arti
dalam upacara Penti dalam masyarakat Manggari adalah ucapan tanda syukuran
kepada Mori Jari Dedek(Tuhan Pencipta) dan kepada arwah nenek moyang atas semua
hasil jeri payah yang telah di peroleh dan nikmati, juga sebagai tanda celung
cekeng wali ntaung(musim yang berganti dan tahun yang beralih). Upacara Penti
ini biasa dilakukan setelah semua panenan rampung (sekitar
juni-September). Jika masyarakat Manggarai sanggup maka upacara Penti ini bisa
dilakukan seiap tahun, jika tidak sanggup bisa dilakukan tiga (3) atau lima (5)
tahun sekali. Tetapi di desa ini ada keyakinan bahwa jika upacara ini tidak
dilakukan membuat mori jari dedek marah, Jika hal ini terjadi akan ada bencana
yang melimpah masyarakat Manggarai.Upacara Penti ( Pesta Syukur ) adalah sebuah
upacara sebagaimana sebagai umat manusia mengucapkan tanda syukur kepada sang
pencipta (Mori Kraeng) alam semesta sebagai sumber kehidupan manusia dan kepada
arwah nenek moyang atas semua hasil jerih payah yang telah diperoleh dan
dinikmati, juga sebagai tanda Celung Cekeng Wali Ntaung (musim berganti tahun
berlalu). Jauh hari sebelum upacara ini dilakukan, maka semua warga kampung atau
yang mempunyai pertalian dengan warga kampung yang mengadakan Penti itu,
diundang untuk hadir dalam upacara penti itu.Sebelum upacara penti ini
dilakukan pada sore harinya pada pagi harinya dilakukan sedikitacarakecil yaitu
upacara “Podo Tenggeng”(mempersembahkan kepincangan dan kekurangan).Upacara
Podo Tenggengbermaksud supaya bencana kelaparan (busung lapar) dijauhkan,
dibuang melalui upacara ini. Hewan persembahan adalah seekor babi kecil dan
seekor ayam kecil yang berbulu hitam, disamping itu juga disiapkan peralatan
yang tak terpakai karena rusak, seperti : keranjang rusak, bakul rusak, periuk
pecah, dan lain-lain sebagai lambang kepincangan hidup, lambang kekurangan
dalam kehidupan perekonomian.Hewan persembahan dan peralatan rusak bermaksud,
dibawa ketempat upacara, yaitu di “Cunga”(tempat pertemuan dua sungai ). Inti
doa ditempat tersebut adalah “Ho’o lamiela miteng agu manuk miteng, kudud
kandos sangged laros, kudud wurs sangged rucuk agu ringgang landing toe ita
hang ciwal, toe haeng hang mane. Porong ngger laus hentet, ngger c’es mbhok,
kudud one waes laud one lesos saled”( inilah kami persembahkan seekor babi dan
seekor ayam, semuanya berwarna hitam, sebagai tanda penolak kelaparan. Biarlah
semua bencana kelaparan hanyut dikali/ di sungai ini bersama darah babi dan
ayam ini serta bersama redupnya senja mentari yang rendah membarat pada hari
ini).
Ayam dan babi itu dibunuh, dan
digantung pada kayu cabang yang dipancangkan pada tempat upacara. Setelah hewan
persembahan selesai digantung, maka semua peralatan rumah tangga atau peralatan
pertanian yang serba rusak tadi, dihanyutkan ke kali/sungai sebagai lambang
hanyutnya bersama air sungai semua bencana kekurangan dan busung lapar. Sebelum
meninggalkan tempat upacara ini maka parang atau pisau yang digunakan
memotong/menyembeli babi dan ayam tadi, dibersihkan di air sungai itu. Kemudian
beramai-ramai pulang ke kampung dan tidak boleh menoleh ke belakang. Karena
dinilai tabu agar busung lapar tidak mengikuti lagi dari belakang. Setibanya
di kampung, mulai menyiapkan hal-hal yang diperluhkan pada upacara sore hari untuk
memulai acara Penti (Pesta Syukur).Upacara Penti ini biasanya dilakukan stelah
panen semua rampung (sekitar Juni-September), dan bila disanggupi dilakukan
setiap tahun, tetapi sering dilakukan secara lustrum ( sekali selama lima tahun ).Bila tida dilakukan, maka sesuai keyakinan yang
telah mentradisi, akan mendapat amarah dari Mori Jari Dedek dan dari arwa nenek
moyang, hal tersebut ditandai adanya macam-macam bencana menimpa warga kampung.
Upacara penti terbagi
atas lima babak/tahap, yaitu :
1.Barong Wae Teku( upacara dikali atau dimata air yang dipakai sebagai
air minum oleh warga kampung )
2.Barong Compang( upacara persembahan dimegalithik/batu persembahan yang
berada di tengah kampung )
3.Libur Kilo(upacara persembahan umum dalam gendang, karena arwah nenek
moyang sudah diajak masuk di rumah gendang ).
4.Wae Owak(upacara persembahan pada masing-masing keluarga, yang letak
sesajiannya ditempatkan pada tempat-tempat khusus sesuai kebiasaan, ada yang
bertempat di dalam rumah ada yang diluar rumah pada batu tertentu atau pohon
tertentu).
5.Tudak Penti(upacara puncak syukur ).
Tata Cara Upacara Penti
Sebelum upacara Penti dilaksanakan, maka ada beberapa hal yang harus
dipersiapkan oleh masyarakat, diantaranya:
1. Musyawarah adat pada masyarakat Desa Torok Golo biasanya dipimpin
oleh Tua Tembong (orang yang menguasai penggunaan gong dan gendang dalam rumah
adat) dan diikuti oleh Tua Teno (orang yang memiliki peran dalam upacara yang
berkaitan dengan pertanian dan perkebunan) serta seluruh warga kampung atau
suku. Dalam
musyawarah tersebut, biasanya hal-hal yang disepakati antara lain: menentukan
pemimpin upacara, hewan yang akan dikurbankan, dan persembahan lainnya.
2. Menyiapkan Hewan Kurban Dalam pelaksanaan
Upacara Penti, biasanya hewan yang dijadikan sebagai kurban antara lain: babi
jantan dan ayam jantan. Pada dasarnya pemilihan hewan kurban dalam setiap
upacara adat khusunya Upacara Penti pada masyarakat Manggarai Desa Torok Golo
memiliki makna seperti:
a. Babi jantan;
dipilih babi jantan sebagai hewan kurban karena menurut kepercayaan masyarakat
Manggarai bahwa “jantan” melambangkan keperkasaan dan keuletan dalam mengolah
kebun. “Jantan” di sini menunjukkan jati diri seorang laki-laki yang menjadi kunci
atau penggerak utama dalam mengolah kebun.
b. Ayam jantan;
sebelum masyarakat Manggarai mengenal teknologi, maka untuk mengetahui waktu
akan dimulainya suatu kegiatan itu tergantung pada alam seperti: terjadinya
bulan sabit sebagai pertanda bahwa musim tanam
akan dimulai, jika matahari akan terbenam maka kegiatan di kebun harus
dihentikan, ayam berkokok sebagai pertanda bahwa hari sudah pagi.
Makna dan Nilai yang Terkandung Dalam Upacara Penti.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Upacara
Penti diantaranya adalah sebagai berikut:
1.Ungkapan
Syukur.
Upacara Penti
sebagai ungkapan syukur kepada Mori Jari Dedek (Tuhan Pencipta dan Pemilik
Kehidupan) dan kepada Empo Mede (leluhur) yang telah menjaga, melindungi serta
memberikan hasil panen yang melimpah.
2.Trandisi Gotong
Royong dan Kerja Sama
Upacara Penti secara langsung maupun tidak langsung menyatukan warga/masyarakat Desa Torok Golo untuk terlibat bersama-sama dan saling bekerja mempersiapkan dan turut menyukseskan acara Penti tersebut. Adanya gotong royong dan saling kerja sama akan sangat membantu mempererat persaudaraan dan kekeluargaan masyarakat Desa Torok Golo.
3.Tradisi dan Warisan Leluhur
Upacara Penti selain sebagai sebuah bentuk syukuran panen bagi warga Desa Torok Golo juga terlebih sebagai bentuk menjaga tradisi dan warisan peninggalan leluhur.
Ada banyak macam
Penti, tetapi yang di uraikan dibawah ini hanya memberikan beberapa macam yang
sering di lakukan oleh orang Manggarai, antara lain:
1.Penti Beo .
Penti beo (penti = Syukuran; beo = kampong).
Penti beo ialah Syukuran warga kampung. Yang memberikan komando umum waktu penti
semacam ini adalah tua golo (kepala kampung), dibantu oleh tua-tua panga(kepala
keluarga ranting/subklen) berdasar musyawarah bersama masyarakat dalam satu
kampung. Menurut tradisi Manggarai bahwa letak/posisi kampung punya arti dan
peran tertentu dalam hidup manusia. Orang Manggarai beranggapan bahwa kampung
punya kekuatan/keramat yang disebut Naga Beo.
Naga Beo terbagi
menjadi dua hal (dilihat dari pengaruhnya), yakni :
a.Naga Beo Dia ( tempat yang baik)
b.Naga BeoDa’at (tempat yang jahat)
Naga
Kampung yang baik akan membawa berkat bagi seluruh warga kampung, sedangkan
Naga Kampung yang jahat, akan membawa malapetaka bagi hidup manusia.
Adapun sebagaian contoh inti sesajian kepada leluhur/supernatural itu yakni minta berkat kampung (berkak golo lonto/beo), berkat halaman kampung (nataslabar), berkat tempat sesajian dikampung (compang), berkat di tempat air minum (wae teku), rumah tinggal (Mbaru kaeng), kebun tempat bekerja (utama duat/lingko).
2.Penti Kilo
Penti kilo adalah syukuran keluarga dalam satu
keturunan leluhur dalam satu sistem keluarga patrilineal, dan dihadiri oleh
keluarga kerabat :anak wina,. anak rona, pa’ang ngaung dan hae reba. Syukuran
keluarga ini bisa dilakukan dalam tingkat kelurga besar dalam satu turunan, bisa
juga dilakukan dalam tingkat keluarga ranting.
3.Penti Ongko Gejur
Penti Ongko Gejur (penti-syukuran,
bersyukur; ongko/nongko-memetik, memungut, menghimpun, merangkul; gejur-usaha).
Penti nongko/ongko gejurartinya syukuran memungut hasil panen. Acara syukuran seperti ini mirip dengan syukuran tahunan (penti neteng
ntaung), karena pelaksanaan syukurannya dilakukan setelah memungut hasil panen
tahunan. Hewan sesajian untuk acara syukuran ini adalah kerbau (kaba).Sedangkan
hewan lain: kambing (untuk muslim), babi (untuk Nasrani) hanya lauk tambahan. Sesajian utama
sebenarnya adalah kerbau.
Rumah Adat Mbaru Embo, Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara
Timur yang terkenal akan wisata alamnya tenyata tidak hanya memiliki
objek wisata alam yang memukau, tetapi juga memiliki wisata budaya seperti,
Rumah Adat Mbaru Embo yang berada di Kampung Mok, Desa Mbengan, Kecamatan Kota
Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur. Rumah adat ini unik
karena, rumah ini tidak pernah di huni oleh manusia.
Kampung Mok tempat
dimana Rumah Adat Mbaru Embo ini berada merupakan perkampungan tua yang dihuni oleh suku Nanga. Warga kampung ini percaya
bahwa Mbaru Embo adalah hunian khusus arwah leluhur. Pasangan Embo Lenang dan Embo
Teje diyakini sebagai tetua utama leluhur penghuni rumah adat itu.
Sesuai dengan tuntutan
adatnya, Mbaru Embo berdiri di
ketinggian punggung bukit bagian hulu kampung. Bangunannya berkolong, berbentuk melingkar, dengan satu titik yang
merupakan puncak atap. Sebagian besar kerangka bangunan dari bahan bambu dan beratap
ijuk. Suasana rumah leluhur itu selalu hening karena tidak berpenghuni dan lokasinya
agak terpisah sekitar 50 meter hingga
200 meter dari jejeran perumahan warga.
Lokas Kampung
Mok berjarak 30 kilometer
di sebelah utara Borong, ibukota Kabupaten
Manggarai Timur.
Jika berkunjung
untuk melihat Rumah Adat Mbaru Embo,
ada 5 peraturan yang harus dipatuhi oleh
pengunjungnya.
Pertama, pengunjung hanya boleh berada di luar rumah adat.
Kedua, tidak boleh merokok.
Ketiga, tidak boleh memakai baju berwarna merah.
Keempat, tidak boleh mengambil
foto rumah adat. Untuk mengambil
foto pengunjung harus mendapat persetujuan
tetua dan melakukan
sebuah ritual adat.
Kelima, tidak boleh membawa alat penerangan.
Mengenal Motif Songke-Kain Tenun Sulam Manggarai
Timur
Kabupaten Manggarai
Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), memiliki tiga motif kain tenun sulam atau songke. Ketiga
motif itu adalah motif Jok Lamba Leda, Congkar dan Rembong.
Warna dasar
motif Manggarai
Timur tersebut adalah
hitam. Namun, seiring perkembangan
zaman, warna lain juga bisa digunakan
sebagai warna dasar tenun sulam Manggarai Timur.
Songke Jok Lamba Leda
Tenunan ini berasal dari Kecamatan Lamba Leda. Padakain tenun ini terdapat
beberapa gambar yang memiliki makna berhubungan dengan
kehidupan social masyarakat di Manggarai
Timur umumnya, khususnya di wilayah
Lamba Leda.
1.Jok: melambangkan rumah gendang atau rumah adat Manggarai Timur;
2.Wela Runus:
salah
satu bunga berukuran
kecil yang tumbuh di Manggarai Timur.
3.Wela Ngkaweng: Salah satu bunga berukuran agak besar
yang memiliki keunikan: satu kuntum
bunga terdiri atas beragam warna.
4. Mata
Manuk: melambangkan mata Tuhan. Berbentuk ruit.
5. Titian: melambangkan jembatan
atau penghubung.
6. Sui/garis
pembatas: melambangkan kehidupan masyarakat
Manggarai Timur yang dibatasi oleh aturan adat-istiadat.
7.Natas/Punca: selalu berada di bagian depan sarung jok Lamba Leda yang melambangkan bahwan atas (halaman kampung) selalu berada di tengah-tengah kampung dan berfungsi sebagai tempat bermain anak-anak.
Songke Congkar
Kain tenun ini berasal
dari wilayah kecamatan
Sambi Rampas. Tenunan
ini memiliki beberapa
gambar yang sama dengan
songke Lamba Leda, seperti
mata manuk, welarunus, welakaweng, jok dan titian. Sedangkan beberapa
gambar lain seperti
bintang, garis komando, garis pemisah; menjadi cirri khas tersendiri
bagi Songke Congkar.
Wela
Runus
1. Bintang: letaknya
selalu di ujung atas Songke Congkar. Melambangkan bahwa Tuhan itu Mahatinggi,
selalu di atas kehidupan manusia.
2. Wela
Kaweng
3. Mata Manuk
4.
Titian
5. Jok
6. Garis Komando:
melambangkan satu kesatuan masyarakat Manggarai Timur.
7.Garis pemisah: melambangkan strata sosial
masyarakat Manggarai Timur.
Songke Rembong
Natas menjadi satu-satunya
corak yang sama dengan
tenun sulam Lamba Leda.
1. Natas
2. Garis Horisontal: sebagai pembatas
bagian atas dan bawah
yang melambangkan bahwa setia pada masalah
di masyarakat, selalu ada penyelesaiannya melalui
musyawarah dan tidak melewati batas adat
di
kampung.
3.Garis
vertikal yang ukurannya
besar selalu berdampingan
dengan garis vertical
kecil. Ini melambangkan orang tua
yang selalu rukun
dan harmonis dengan
anak-anaknya.
4.Bunga-bunga kecil dalam garis
vertikal melambangkan persatuan yang kuat dari generasi
yang dilahirkan. Selain itu juga melambangkan
tentang musyawarah adat selalu menghasilkan
kesepakatan.
Songke Manggarai
Timur biasa digunakan
pada acara-acara adat dan acara lain
yang bersifat formal.
Cerita rakyat Manggarai Timur
Judul :
Kisah Skolong Dan Cue
Alkisah,
di Kampung Manggarai, di daerah Nusa Tenggara Timur, ada seorang laki-laki tampan
yang bernama Skolong Rebo Todo. Orang-orang di sekitarnya memanggilnya Skolong.
Selain tampan, ia juga anak yang rajin. Setiap hari ia selalu membantu kedua
orang tuanya bekerja di ladang. Bagi masyarakat setempat, para orang tua memiliki
kebiasaan menjodohkan anak-anak
mereka dari keluarga terdekat.
Begitu pula yang terjadi dalam keluarga
Skolong. Kedua orang tuanya berencana akan menjodohkannya dengan
anak bibinya, meskipun anak bibinya itu masih dalam kandungan atau belum lahir. Pada suatu hari,
Skolong disuruh oleh kedua orang tuanya untuk tinggal
di rumah bibinya yang sedang hamil tua. “Skolong, Anakku! Pergilah kerumah
bibimu dan tinggallah di sana! Saat
ini bibimu sedang
hamil tua. Kelak jika bibimu melahirkan
seorang anak perempuan, kamu boleh menikahi putrinya. Aku dan ibumu bersama bibimu telah sepakat
untuk menjodohkan kalian,” ujar
ayah Skolong.
Skolong pun menuruti permintaan
ayahnya. Setelah berpamitan, berangkatlah ia kerumah bibinya.
Setibanya di sana, ia pun
disambut baik oleh paman dan bibinya.
Sejak kehadirannya di rumah itu, segala
pekerjaan paman dan bibinya menjadi
ringan. Skolong sangat
rajin membantu bibinya
mencari kayu bakar di hutan dan membantu pamannya
bekerja di ladang. Tak heran, jika
paman dan bibinya sangat saying
kepadanya. Bibinya sangat berharap
bayi yang ada di dalam kandungannya adalah
anak perempuan, sehingga ia dapat menikahkannya dengan
Skolong.
Tak terasa, sudah
sebulan lebih Skolong
tinggal di rumah bibinya. Usia kandungan
bibinya pun memasuki bulan kesembilan. Skolong berharap
bibinya melahirkan seorang
putri yang cantik. Beberapa minggu
kemudian, bibinya pun melahirkan seorang bayi. Namun, bayi yang dilahirkan bukanlah
seorangputri yang cantik, melainkan
sebuah Cue (ubi hutan yang berbulu), yaitu sejenis
tanaman umbi-umbian yang sering tumbuh liar di tengah hutan. Anehnya, bayi yang berwujud cue itu bisa menangis layaknya
bayi manusia.
Paman
dan bibinya merasa sangat sedih atas nasib yang menimpa bayi mereka.
Meski demikian, mereka tetap menerima
Cue sebagai anak. Mereka akan merawat
membesarkannya
dengan penuh kasih sayang.
Lain halnya dengan Skolong, ia
sangat kecewa atas kejadian
itu. Kini harapannya untuk memperistri putri bibinya telah pupus. Namun, ia tidak ingin mengecewakan
hati paman dan bibinya. Ia memutuskan
untuk membantu mereka
merawat dan membesarkan Cue. Setelah Cue dewasa, barulah ia akan memohon
diri untuk kembali
kerumah orang tuanya.
Waktu terus berjalan. Cue pun tumbuh menjadi
besar dan seluruh tubuhnya dipenuhi
oleh bulu yang panjang. Meski demikian, ia
dapat berbicara dan berjalan dengan
cara menggulingkan tubuhnya. Kondisi Cue tersebut semakin
membuat Skolong tidak mau menikahinya.
Pada
suatu hari, Skolong berpamitan
untuk kembali kerumah orang tuanya. Paman dan bibinya berusaha
untuk mencegahnya. Mereka
berharap agar Skolong bersedia menikah
dengan Cue. Namun, Skolong tetap menolak. “Maafkan saya, Paman,
Bibi! Saya belum dapat menerima Cue menjadi istri saya.
Saya harus kembali ke rumah orang tua saya,” ucap
Skolong seraya memohon
diri.
Ketika
Skolong
akan meninggalkan halaman
rumah bibinya, tiba-tiba Cue
menghadangnya. “Kakak! Adik mau ikut bersama
Kakak,” rengek Cue.“Kamu jangan ikut, Adik! Kamu di sini
saja menemani ayah dan ibumu! Mereka
sangat menyayangimu,” ujar Skolong.“Tidak, Kakak! Adik tetap akan ikut bersama
Kakak. Adik mencintai Kakak,” kata Cue dengan tegas.
Berkali-kali Skolong membujuknya,
dan bahkan mengancam akan
membunuhnya, namun Cue tetap bersikeras ingin ikut bersamanya. Lama-kelamaan, Skolong pun
semakin kesal.“Hai, makhluk aneh! Ibuku
tidak suka padamu
karena kamu sebuah cue. Bentuk badanmu
jelek sekali, tidak berkaki dan tidak bertangan. Bagaimana kamu bisa membantu
ibuku? Lagi pula, badan
mukotor dan penuh dengan bulu,” hardik
Skolong. Usai menghardik Cue, Skolong pun melanjutkan perjalanannya
menuju kerumah orang tuanya. Cue
pun membuntutinya. Di tengah perjalanan,
Cue terkadang mendahuluinya tanpa sepengetahuannya. Ia mengira
Cue masih berada di belakangnya. Ketika akan melewati
sebuah kampung, Skolong bertemu dengan
sebuah rombongan manusia yang berjalan dari arah berlawanan. Rombongan tersebut
dipimpin oleh seorang gadis yang cantik
jelita, yang tak lain adalah Cue yang menjel mamenjadi
manusia, namun Skolong tidak mengetahui hal itu.
Ia memerintahkan ketua rombongan itu agar membunuh sebuah cue yang sedang mengikutinya.
“Wahai, Tuan-tuan! Ada sebuah cue besar yang mengikuti saya. Jika
Tuan-tuan melihatnya, bunuh saja atau lemparkan cue itu kejurang!” pinta Skolong
kepada rombongan tersebut.
Pemimpin rombongan itu hanya tersenyum
sambil meliriknya. Begitu rombongan
tersebut berlalu, tiba-tiba Skolong
mendengar seorang gadis sedang menegurnya.“
Wahai, Skolong yang tampan! Di antara
rombongan itu, ada seorang
gadis cantik melirikmu.
Ia begitu
mencintamu dan sangat merindukan belaianmu,” demikian suara gadis itu. Skolong tersentak
kaget mendengar suara itu.
Ia pun menghentikan langkahnya, lalu terdiam
sejenak. Ia mengira suara itu
adalah suara si Cue. Namun, ketika menoleh
kebelakang, ia tidak melihat Cue.
Akhirnya,
ia pun melanjutkan perjalanannya. Tak berapa lama kemudian, Cue pun kembali muncul dan berguling di belakangnya. Skolong
pun tetap membiarkan makhluk
aneh itu membuntutinya. Ketika Skolong tiba di kampungnya, kedua orang tua dan para
warga menyambutnya dengan
meriah. Mereka mengira Skolong
dating bersama istrinya. Namun, mereka
tidak melihat seorang
wanita berjalan dengan
Skolong. Mereka hanya melihat
sebuah cue yang berguling-guling mengikutinya.“Hai,
Skolong! Benda apa yang sedang mengikutimu itu?” tanya ayah Skolong.
Skolong pun menceritakan semua siapa sebenarnya si Cue kepada
kedua orang tuanya dan seluruh
penduduk. Mendengar cerita itu, kedua orang tua Skolong pun mengerti bahwa Cue adalah kemenakan
mereka. Mereka turut bersedih
atas kejadian yang menimpa Cue yang dilahirkan dalam kondisi
demikian. Mereka pun memutuskan
menerima kehadiran Cue di rumah itu dengan senang
hati. Sejak itu, Cue tinggal di
rumah orang tua Skolong.
Pada
suatu hari, di kampung itu diadakan Pesta Wagal, yaitu
sebuah pesta adat dalam tata
cara perkawinan orang Manggarai. Pesta itu akan dilangsungkan
selama dua hari. Dalam pesta itu diadakan pula Perlombaan Caci, sebuah
permainan khas orang Manggarai
yang pesertanya terdiri kaum laki-laki.
Perlombaan tersebut biasanya
diiringi oleh pukulan gendang oleh kaum
ibu-ibu, serta tarian khas Manggarai oleh para gadis. Mengetahui adanya
pestawagal dan perlombaan caci itu,
Cue pun segera menyiapkan rombongannya. Ia bersama
rombongannya pergi ke sebuah pancuran air, tempat para penduduk mengambil air. Di pancuran air itu, Cue
menanggalkan dan menyembunyikan kulitnya di bawah batu lempeng. Seketikaitu
pula, ia pun berubah menjelma menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Kemudian ia
bersama rombongannya yang juga telah berubah menjadi manusia segera menuju ke tempat
pesta itu berlangsung. Setibanya mereka di sana, para warga yang hadir,
termasuk Skolong, sangat heran melihat kedatangan mereka. “Hei, sepertinya aku mengenal
mereka. Bukankah mereka yang bertemu denganku beberapa hari yang lalu?”
gumam Skolong tersentak kaget. Setelah mengamati pemimpin
rombongan itu, maka Skolong pun semakin yakin bahwa ia pernah bertemu
dengan mereka di tengah jalan. Ia
mengenal wajah gadis cantik yang
memimpin rombongan itu. Setelah mempertunjukkan tariannya, rombongan tersebut
segera meninggalkan pesta. Skolong dan beberapa warga lainnya berusaha mengikuti rombongan tersebut, namun mereka
kehilangan jejak. Rombongan tersebut
tiba-tiba menghilang tanpa meninggalkan jejak
sedikit pun.
Pada
malam harinya, Skolong bermimpi
di datangi seorang
kakek. Kakek itu berpesan
kepadanya agar pergi ke pancuran air untuk mengambil
kulit cue yang disimpan di bawah batu lempeng. Keesokan harinya, saat rombongan Cue sedang berada di tempat pesta, Skolong segera
mengambil kulit Cue itu lalu membawanya
ke tempat pesta gawal. Saat ia tiba di pesta
itu, Cue yang telah berubah menjadi gadis cantik itu sedang menari
dengan gemulai. Tanpa berpikir
panjang, Skolong
segera meletakkan kulit cue itu di atas api. Seketika
itu pula, Cue yang sedang asyik menari
tiba-tiba pingsan. Skolong pun
segera menolongnya dengan
mencelupkan kulit cue yang
terkena asap api, lalu membalutkan di
kepala Cue. Beberapa saat kemudian, gadis itu pun sadar. Betapa senang
hati gadis itu saat ia menyadari dirinya
berada di pangkuan Skolong yang
sangat dicintainya. “Siapa
sebenarnya kamu ini, hai gadis cantik?” Tanya Skolong.
“Maaf, Kakak! Saya adalah Cue anak
bibimu,” jawab Cue dengan nada pelan.
Betapa terkejutnya
Skolong mendengar jawaban
itu. Ia baru menyadari bahwa cue yang dilahirkan bibinya beberapa
tahun yang lalu ternyata seorang gadis cantik. Dengan perasaan
malu, ia pun segera meminta maaf kepada Cue.
Ia sangat menyesal, karena telah menghina
dan mempelakukannya dengan kasar. Namun, Cue adalah seorang gadis pemaaf dan tidak pendendam. Ia pun memaafkan semua kesalahan Skolong. Akhirnya, mereka pun menikah dan
hidup bahagia.
Makanan Khas dari Manggarai Timur
1. Jojong: Makanan khas Borong Kabupaten Manggarai Timur berupa hidangan tradisional yang tidak boleh ketinggalan adalah Jojong. Terbuat dengan bahan utama ubi kayu dan jagung, jojong diolah dengan proses yang panjang
2. Kopi Colol : Selain makanan khas khas Borong Kabupaten Manggarai Timur, kalian juga bisa menikmati kuliner lain yaitu kopi colol. Colol merupakan nama sebuah desa di Manggarai Timur yang dinobatkan sebagai desa wisata berdasar kopi.
Thankyou Cherin & Friends
BalasHapus